written by Akuakultur Unhas at 16 November 2008
Kepiting dan rajungan tergolong dalam satu suku (familia) yakni Portunidae dan seksi Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk dalam suku ini. Dr Kasim Moosa yang banyak menggeluti taksonomi kelompok ini mengemukakan bahwa di Indo-Pasifik Barat saja diperkirakan ada 234 jenis, dan di Indonesia ada 124 jenis. Di Teluk Jakarta dan Pulau-pulau Seribu diperkirakan ada 46 jenis. Tetapi dari sekian jenis ini, hanya beberapa saja yang banyak dikenal orang karena biasa dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis yang tubuhnya berukuran kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu kecil dan hampir tidak mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat dimakan ternyata menimbulkan keracunan.
Jenis yang paling populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga cukup mahal adalah Scylla serrata, kadang-kadang dikenal dengan nama kepiting, kepiting hijau atau kepiting Cina. Ukurannya bisa mencapai 20 cm. Capit pada jantan dewasa lebih panjang daripada capit betina. Kepiting yang bisa berenang ini terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, terutama di daerah mangrove, juga di daerah tambak air payau atau muara sungai, jarang ditemukan di pulau-pulau karang.
Jenis lain yang juga banyak dijumpai dijual di pasar adalah Portunus pelagicus, lazim dikenal dengan nama rajungan. Hewan ini bisa mencapai ukuran 18 cm, capitnya memanjang, kokoh dan berduri. Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih lebih panjang daripada yang betina. Warna dasar pada yang jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar, walaupun belum dewasa.
Rajungan Portunus ini hidup pada habitat yang beranekaragam: pantai dengan dasar pasir, pasir lumpur, dan juga laut terbuka. Dalam keadaan biasa, ia diam di dasar laut sampai kedalaman lebih 65 m, tetapi sekali-kali ia dapat terlihat berenang dekat ke permukaan laut. Untuk keperluan renangnya, pasangan kakinya yang paling belakang berbentuk dayung. Capitnya digunakan untuk memasukkan makanan ke mulutnya.
Dalam pertumbuhannya, rajungan (dan semua anggota Portunidae) sering berganti kulit. Kulit kerangka tubuhnya terbuat dari bahan berkapur dan karenanya terus tumbuh. Jika ia akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari situ akan keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak. Rajungan yang baru berganti kulit, tubuhnya masih sangat lunak, diperlukan beberapa waktu untuk dapat membentuk lagi kulit pelindung yang keras. Masa selama bertubuh lunak ini merupakan masa paling rawan dalam kehidupan kepiting, karena pertahannya pun sangat lemah. Tidak jarang ia disergap, dirobek-robek dan dimakan oleh sesama jenisnya. Kanibalisme di kalangan rajungan tampaknya memang merupakan hal yang sering terjadi terutama dalam ruang terbatas, baik pada yang dewasa maupun yang masih larva.
Seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva sampai lebih sejuta ekor. Larva yang baru menetas ini bentuknya sangat berlainan dari bentuk dewasa. Larva ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk sampai mendapatkan bentuk seperti yang dewasa. Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang daripada rajungan. Di kepalanya terdapat semacam tanduk memanjang, matanya besar dan di ujung kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoea ini sendiri lagi dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi. Berbeda dengan yang dewasa yang hidup di dasar, larva rajungan berenang-renang, terbawa arus, dan hidup sebagai plankton. Pada tahap megalopa, bentuknya sudah mulai mirip rajungan, tubuhnya makin melebar, kaki dan capitnya sudah jelas wujudnya, matanya sangat besar (bahkan bisa lebih besar dari mata yang dewasa). Barulah pada perkembangan tahap berikutnya terbentuk juvenil yang sudah merupakan rajungan muda.
Ada beberapa jenis rajungan lainnya yang juga bisa dimakan. Di Jakarta misalnya sekali-kali dapat ditemukan rajungan bintang (Portunus sanguinolentus) yang mudah dikenal dengan adanya bintik berwarna merah coklat di punggungnya. Rajungan ini ukurannya lebih kecil dari Portunus pelagicus, dan hidup di laut terbuka mulai dari tepi pantai sampai kedalaman lebih dari 30 m.
Acapkali dapat pula ditemukan rajungan karang (Charybdis feriatus) yang mempunyai warna yang khas, coklat kemerah-merahan, dan di punggungnya terdapat gambaran pucat menyerupai salib.
Rajungan lain yang bisa berenang dan dengan ukuran yang lebih kecil adalah rajungan angin (Podophthalmus vigil), yang umumnya hidup di laut terbuka sampai kedalaman 70 m. Cirinya yang sangat menonjol adalah matanya yang mempunyai tangkai yang amat panjang dan bisa direbahkan. Jenis ini seringkali tertarik oleh sinar lampu dan karenanya bisa tertangkap juga dengan bagan.
Selain kepiting atau rajungan, masih banyak jenis lainnya dari seksi Brachyura yang mempunyai ciri-ciri dan bentuk, sifat-sifat hidup dan lingkungan yang berbeda-beda. Di daerah pasang surut dengan hamparan pasir yang luas di daerah-daerah tertentu dapat ditemukan kepiting Myctyris, nama Inggrisnya adalah “soldier crab”, sedangkan di sini diberi julukan “tentara Jepang”. Di pantai dekat Merauke, jika air sedang pasang surut, mereka bisa terlihat bergerak kian kemari di atas pasir, serentak dalam gerombolan besar yang terdiri dari ratusan atau ribuan individu dengan penuh kewaspadaan. Dengan sedikit gangguan saja, misalnya dengan langkah seorang yang mendekat, maka tiba-tiba saja mereka akan lenyap seketika secara serempak, memasuki lubang perlindungan. Baru setelah situasi dianggap aman, mereka akan keluar lagi beramai-ramai hilir mudik di atas pasir.
Lebih dekat ke daratan akan dijumpai kepiting atau ketam yang makin dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih kering. Di lumpur-lumpur lunak di dasar hutan-hutan mangrove yang tidak terlalu rimbun sering ditemukan ketam binatu dari marga Uca. Umumnya berukuran kecil, tetapi biasanya sangat menyolok karena warnanya yang “menyala”, merah, hijau atau biru metalik, sangat jelas lebih-lebih dengan latar belakang lumpur bakau yang berwarna hitam. Ciri yang sangat menonjol, ialah pada yang jantan salah satu capitnya berukuran sangat besar, sama sekali tak seimbang dengan ukuran capit yang satunya lagi yang kecil sekali. Capit besar ini sering terlihat menggapai-gapai.
Di pantai yang berbatu-batu, kemungkinan akan menjumpai kepiting berwarna hijau menarik, Grapsus. Kakinya panjang-panjang, sangat cekatan bergerak di batu-batu yang terhempas ombak. Capitnya kecil saja.
Lebih ke darat, di atas daerah pasang surut, bisa ditemukan gelenteng (Ocypode marcrophtalmus) yang sudah lebih menyesuaikan diri dengan kehidupan darat (terrestrial). Hewan ini yang tubuhnya bisa berukuran sekitar 6 cm membuat lubang-lubang yang dalam di pasir (sampai 1 m) di sekitar batas atas garis pasang. Kakinya lancip dan panjang hingga dapat bergerak dengan cepat, matanya mempunyai tangkai yang panjang. Ia dilengkapi dengan capit yang kuat. Malam hari baru ia keluar dari lubangnya untuk mencari makanan berupa hewan-hewan mati, atau juga hewan hidup. Dalam bahasa Inggris, hewan ini diberi nama yang seram, “ghost crab” (kepiting hantu). Di kalimantan dilaporkan adanya gelenteng yang buas, dapat menyergap tukik (anak penyu yang baru ditetaskan) yang sedang menuju ke laut. Kemudian diseret ke lubangnya dan dicabik-cabik untuk dimakan.
Penyesuaian untuk hidup di darat, dimungkinkan karena kepiting ini mempunyai kantong insang yang berisi air yang dibawanya kemana-mana. Sekali-sekali jika air dalam kantong itu telah jenuh maka harus diganti lagi dengan air yang baru. Di pulau Kerakatau terdapat kibau (Gecarcoidea lalandei). Jenis kepiting ini juga sudah menyesuaikan diri hidup di darat, bahkan terdapat sampai ke puncak Krakatau. Tetapi ikatannya dengan laut belum terputus sama sekali. Telurnya ditetaskan di laut.
Tidak semua kepiting dari seksi Brachyura ini hidup bebas dalam air, banyak jenis diantaranya mempunyai persekutuan hidup yang sudah begitu akrab dengan hewan lainnya. Bagi orang yang gemar makan kerang darah (Anadara) misalnya mungkin pernah sesekali waktu menjumpai ada kepiting kecil, sekitar 5 mm, hidup di dalam ruangan cangkang kerang tersebut. Kepiting kecil ini (Pinnotheres palaensis) tubuhnya agak bulat, mempunyai mata kecil, kaki yang ramping, dan menumpang cari makan (kommensal) sambil berlindung pada si kerang.
Ada pula kepiting Pinnotheres semperi yang hidup di dalam tubuh teripang Holothuria scabra yakni di saluran kloakanya. Kadang-kadang sepasang jantan dan betina berada bersama-sama daam satu individu teripang. Sebagian lagi, misalnya marga Xaiva dan Caphyra hidup bersama-sama dengan hewan lunak (Oktocoralia).
Kepiting dari suku Dromiidae mempunyai kebiasaan yang aneh pula. Untuk penyamaran tubuhnya (camouflage), ia biasanya “menggendong” spons (sponge) yang hidup, yang diletakkan di punggungnya dan dibawanya kemana-mana. Ini dimungkinkan karena pasangan kaki ke-4 dan ke-5 nya menghadap ke atas dan mempunyai sapit kecil untuk memegang gendongannya. Gambar 140 menunjukkan bagaimana seekor kepiting Dromia menaikkan gendongannya ke atas punggung, dengan cara menggulingkan diri terlebih dahulu. Jika perlu spons itu dipotong-potong dan dibentuk dulu agar sesuai untuk punggungnya.
0 komentar:
Posting Komentar