VIVAnews -- Seorang ibu menghubungi VIVAnews, siang ini, Jumat 5 November 2010. Dengan suara tercekat, ia meminta tolong.
"Dusun kami seperti mati, saya tidak tahu bagaimana situasi di sana," kata perempuan yang mengaku bernama Budi, tercekat.
Kampungnya, Tegalrejo, Tempel, Sleman hanya berjarak sekitar 18 kilometer arah barat daya dari puncak Merapi.
Ia berada di Tegalrejo saat Merapi memuntahkan awan panas dan material yang paling dahsyat hingga saat ini.
Kejadian semalam sungguh di luar dugaan. Apalagi, kata dia, beberapa hari ini situasi aman-aman saja.
"Tengah malam, kami dibangunkan suara hujan pasir dan kerikil," cerita Budi.
Situasi kemudian menjadi panik. "Listrik mati. Tapi nggak ada evakuasi, tak ada relawan datang. Padahal ada anak-anak kecil. Saya tidak tahu harus menelepon siapa, yang saya punya ingat telepon VIVAnews ," kata Budi, menangis.
Budi dan keluarganya memutuskan untuk turun, sembari merayu para tetangganya. Namun, tak semua dari mereka bersedia turun.
"Alhamdulillah, keluarga saya sudah keluar dari desa, adik saya tadi pulang.
Kini ia berharap ada kabar soal kampung yang ia tinggalkan.
Letusan Gunung Merapi dini hari tadi meluncurkan awan panas dengan kecepatan luar biasa ke arah Kali Gendol.
Akibanya sungguh parah, korban berjatuhan di beberapa dusun yang dekat dengan aliran sungai itu.
Tim SAR gabungan yang melakukan proses evakuasi sudah berhasil menembus semua lokasi terjangan awan panas. Mereka menemukan sebuah desa terbakar.
0 komentar:
Posting Komentar